Dari jalanan kota Makassar yang sibuk dan penuh hiruk-pikuk, muncul secercah harapan lewat aksi inspiratif seorang pemuda bernama Dika. Lewat kampanye digital yang menyentuh hati, Dika berhasil menggalang dana sebesar Rp410 juta untuk membangun sistem pendidikan informal bagi anak-anak jalanan. Aksinya tak hanya viral di media sosial, tapi juga membuka mata publik tentang pentingnya memberikan akses belajar bagi mereka yang kerap dilupakan sistem.
Segalanya bermula saat Dika menghentikan motornya di perempatan Jalan Veteran dan melihat seorang anak kecil menjual tisu. Dengan spontan ia bertanya, "Kamu masih sekolah?" Jawaban polos sang anak - "Enggak bisa, nggak punya seragam" - membuat Dika terdiam. Sejak itu, ia bertekad mencari cara untuk menciptakan ruang belajar yang tidak mensyaratkan seragam, buku mahal, atau ijazah sebelumnya.
"Mereka bukan malas. Mereka cuma nggak diberi kesempatan," ujar Dika dalam salah satu video kampanyenya yang viral di TikTok dan ditonton lebih dari 2 juta kali. Kalimatnya yang tegas dan empatik langsung menyentuh hati warganet, hingga mendorong gelombang donasi yang tak terduga.
Melalui platform donasi daring, Dika memaparkan visinya: membangun pusat belajar informal yang fleksibel, aman, dan ramah anak. Dalam waktu 45 hari, lebih dari 14.000 orang berdonasi. Sebagian besar dari kalangan mahasiswa, pengusaha muda, diaspora Indonesia, hingga komunitas sosial yang mendukung kesetaraan pendidikan.
Dika menamai inisiatif ini "Langit Terbuka" - simbol bahwa tidak ada atap yang membatasi cita-cita anak-anak jalanan. Ia menyewa sebuah ruko sederhana dan menyulapnya menjadi ruang belajar dengan karpet, papan tulis, rak buku, dan alat peraga interaktif. Jadwalnya fleksibel, disesuaikan dengan kondisi anak-anak yang masih harus membantu orang tua mereka di siang hari.
Saat ini, lebih dari 60 anak jalanan aktif mengikuti kelas membaca, berhitung, menggambar, hingga sesi storytelling. Dika juga mengajak relawan pengajar dari universitas di Makassar, serta menyediakan makan siang bergizi setiap akhir pekan. Anak-anak yang dulunya takut mendekati bangku belajar, kini berebut duduk paling depan.
Program "Langit Terbuka" mendapat dukungan penuh dari Dinas Sosial Kota Makassar dan komunitas literasi setempat. Bahkan beberapa media nasional datang untuk meliput kegiatan mereka, membuat kisah Dika semakin luas terdengar. Pemerintah kini sedang menjajaki kemungkinan replikasi program ke beberapa kota lain di Sulawesi Selatan.
Dika membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari satu pertanyaan sederhana dan satu langkah kecil. Dengan Rp410 juta dan keberanian untuk bertindak, ia mengubah jalanan kota yang keras menjadi ruang belajar yang hangat. Kini, anak-anak yang dulu terpinggirkan mulai berani bermimpi, dan semua itu terjadi karena satu orang memilih untuk peduli lebih dulu.